Peneliti memperoleh kesimpulan ini setelah menganalisis informasi dari 95.000 pria Australia berusia 45 tahun ke atas yang diminta mengisi kuesioner antara tahun 2006-2009. Tak lupa peneliti pun mengaitkan hasil kuesioner ini dengan data partisipan yang masuk rumah sakit dan meninggal pada 2010.
Dari situ ditemukan bahwa dalam dua tahun, partisipan yang tak punya riwayat penyakit jantung tapi mengalami disfungsi ereksi sedang 23 persen lebih sering diopname akibat masalah kardiovaskular seperti serangan jantung dibandingkan partisipan yang tak terkena impotensi. Sedangkan penderita impotensi berat kecenderungannya lebih besar yaitu sebanyak 35 persen.
Risiko terbesar dialami oleh partisipan yang sejak awal studi telah memiliki masalah jantung sekaligus penderita impotensi berat karena kecenderungannya untuk diopname akibat gangguan jantung lainnya mencapai 64 persen.
Persentasenya tetap sama, bahkan ketika peneliti telah mempertimbangkan faktor lain yang dapat meningkatkan risiko gangguan jantung seperti usia, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan obesitas.
Selama studi juga tercatat ada 7.855 partisipan yang masuk rumah sakit dan diopname serta 2.304 partisipan yang meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
"Hal ini berarti disfungsi ereksi bisa jadi penanda adanya gangguan jantung. Pasalnya penyebab utama gangguan jantung yaitu atherosclerosis (plak di dalam arteri yang membatasi aliran darah) tampaknya pertama kali terjadi di dalam pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil seperti yang ada pada penis," kata peneliti seperti dikutip dari Livescience, Kamis (31/1/2013).
Peneliti pun menyimpulkan bahwa partisipan yang mengalami disfungsi ereksi baik ringan, sedang maupun berat lebih berisiko masuk rumah sakit akibat gagal jantung dibandingkan partisipan yang tidak impoten. Hanya saja, penderita impotensi berat berpeluang dua kali lebih besar meninggal selama studi berlangsung.
Studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal PLOS Medicine.
http://health.detik.com